Rabu, 30 Mei 2012

KARAKTERISTIK KALIMAT  JURNALISTIK

A.    CIRI KALIMAT  JURNALISTIK

1.    Benar dan logis
Kalimat, menurut  seorang  pakar  bahasa adalah bagian terkecil dari tulisan atu teks yang mengungkapkan pikiran atau perasaan yang utuh secara ketatabahasaan. Setiap kalimat, di samping harus benar bentuknya (s usunan katanya mengikuti kaidah tata bahasa ) juga harus logis maknanya (mempunyai arti yang dapat diterima akal sehat).

2.    Dimulai huruf capital
Ciri atau tanda kehadiran sebuah kalimat adalah dimulai dengan huruf besar (capital) dan akhiri dengan tanda titik,tanda seru,dan tanda Tanya.

3.    Sederhana dan logis
Struktur kalimat dalam bahasa jurnalistik termaksud dalam kategori sederhana karena umumnya hanya mengandung unsure subyek ,predikat, objek dan keterangan(SPOK). Dilihat dari kedudukan setiap klausa dalam kalimat, bahasa jurnalistik bahkan diyakini lebih menyukai dan mengutamakan kalimat klausa majemuk setingkat. Artinya dua klausa atau lebih yang terdapat dalam sebuah kalimat mempunyai kedudukan yang setara, tidak saling bergantung pada klausa yang lain. Selain itu kalimat klausa majemuk setingkat umunya sederhana, ringkas dan jelas.

4.    Menarik dan  lugas
Kalimat jurnalistik disusun  dalam rangkain kata yang tegas,jelas,lugas dan menarik. Tegas,jelas,lugas dilihat dari sisi isi pesannya, dan menarik dilihat dari sisi pilihan katanya.



5.    Deklaratif dan informative
Kalimat jurnalistk lebih banyak bersifat deklaratif dan informative, artinya memberitahukan atau melaporkan fakta peristiwa kepada khalayam secepat mungkin dengan kandungan bobot informasinya yang actual, factual menarik atau penting , akurat, benar, lengkap-utuh,jelas-jernih, jujur-adil, berimbang, relevan, etis, dan bermanfaat (sumadiria,2004:106).

B.    BAGIAN-BAGIAN KALIMAT JURNALISTIK
1.    Subjek
Menurut pakar bahasa, bagian subjek kalimat kebanakan berada secara eksplisit dalam kalimat. Bagian subjek kalimat ini sangat menentukan kejelasan makna sebuah kalimat. Subjek kalimat yang posisi atau letaknya kurang tepat
(jelas) dalam kalimat menyebabkan kekaburan makna kalimat tersebut.
2.    Predikat
Seperti hal dengan subjek, predikat kalimat kebanyakan muncul secara eksplisit.ia juga sangat menentukan kejelasan makna sebuah kalimat. Bagian predikat kalimat dapat diketahui dengan jalan mengajukan pertanyaan: apa, siapa, mengapa. Dan bagaimana subjek kalimat tesebut. Selain itu, predikat kalimat dapat diketahui pula denagan cirri-ciri: umumnya terletak di bagian belakang subjek serta berkelas kata kerja (verba) (Yohanes, 1991:7).
3.    Objek
Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta cirri khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus transitif secara relative mempunyai objek, dan biasanya predikat kalimat itu didekati oleh afiks tertentu seperti: me-, kan,-I, dan per-,.
4.    Pelengkap
Bagian pelengkap dalam kalimat pada dasarnya mirip dengan objek, yakni sama-sama terletak di bagian belakang predikat dan berwujut kata benda. Persamaan dan perbedaan antara objek dan pelengkap dapat dilihat cirri-ciri berikut: objek, kategori katanya nomina, berada langsung di langsung di belakang verba transitif tanpa preposisi, dapat menjadi subjek, dalam kalimat pasif, dan dapat diganti dengan bentuk-nya.
Pelengkap, kategori katanya adalah nomina, verba atau adjektifa; berada di belakang verba interaktif dan didahului preposisi ; tidak dapat menjadi subjek apabilah dipasifkan tidak dapat dengan bentuk-nya kecuali di dahului oleh preposisi selain di, ke, dari, dan akan.

5.    Keterangan
Tempat jabatan keterangan dalam kalimat biasanya bebas,dan cakupan semantic keterangan lebih luas, yaitu mewarisi unsure kalimat atau seluruh kalimat. Perbedaannya dengan pelengkap adalah : pelengkap pada umumnya wajib hadir untuk melengkapi kontruksinya, sedangkan keterangan tidak wajib hadir.
6.    Perangkaian
Perangkai adalah bagian kalimat yang berfungsi menghubungkan kalimat yang satu dengan bagian-bagian kalimat yang lain, (yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan), atau menghubungkan kalimat atau paragraph yang satu dengan kalimat yang lain. Bagian perangkai di bagai menjadi dua, yakni perangkai intra kalimat dan perangkai antar kalimat.
7.    Modalitas
Unsure atau bagian modalitas dalam kalimat sering di sebut kata warna. Bentuk modalitas ini banyak sekali mengubah keseluruhan arti sebuah kalimat. Adanya bentuk modalitas dalam kalimat menyebabbkan kalimat mungkin berubah menjadi sebuah pernyataan yang tegas, yang ragu-ragu, yang lembut, yang pasti
(menyebabkan kalimat mungkin berubah menjadi sebuah pernyatan yang tegas, yang ragu-ragu, yang lembut, yang pasti) (Yohanes 1991:12).

C.    JENIS-JENIS KALIMAT JURNALISTIK
1.    Jumlah kata
Berdasarkan jumlah kata yang bterdapat dalam kalimat, kalimat dapat dibagi menjadi kalimat kata tunggal dan kalimat majemuk, kalimat kata tunggal, kalimat yang hanya terdiri atas satu kata (apakah yang berkelas kata nomina, verba, adjektiva,adverbial, atau kata tugas yang lain), dan membentuk satu kesatuan pengertian. Kalimat kata majemuk, yakni kalimat yang dibentuk oleh dua buah kata atau lebih dan membentuk satu kesatuan dan pengertian.
2.    Ada-tidaknya klausa
Dilihat dari sudut ada tidaknya klausa dalam kalimat, kalimat dibagi menjadi kalimat tak berklausa dan kalimat berklausa. Kalimat tak berklausa, yakni kalimat yang tidak mempunyai bagian subjek atau predikat. Kalimat berklausa yakni, kalimat yang mempunayai unsure klaudsa (subjek dan predikat) apakah klausa tunggal atau klausa majemuk. Dalam tata bahasa lama kalimat jenis ini sering di sebut kalimat sempurna.
3.    Jumlah klausa
Berdasarkan jumlah klausa yang terdapat dalamkalimat, kalimat dibagi menjadi kaliamt klausa tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat klausa tunggal ,yakni kalimat yang di bentuk oleh sebuah klausa. Kalimat klausa majemuk yakni kalimat yang dibentuk oleh dua buah atau lebih. Kalimat klausa majemuk yakni bila dilihat dari kedudukan setiap klausa dalam kalimatdibagi menjadi tiga jenis yakni kaliamat klausa majemuk setingkat, kaliamat klausa majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
4.    Nilai komunikatif
Berdasarkan makna atau nilai komunikati kalimat, dibagi menjadi kalimat perita atau deklaratif. Kalimat perintah atau inperatif, kalimat Tanya atau kalimat interogatif, kalimat seru atau interjektif.
5.    Sifat hubungan
Berdasarkan sifat hubungan antara actor dan aksi dalam kalimat, kalimat dibagi menjadi kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat medial dan kalimat resiprokal. Kalimat aktif yakni kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku (actor) atau kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan dalam pedikatnya. kalimat pasif, yakni yang subjeknya berperan sebagai penderita atau kalimat yang menunjukan bahwa subjek merupakan tujuan dari pekerjaan dalam predikat verbalnya. Kalimat medial, yakni kalimat yang subjeknya berperan pelaku sekaligus sebagai penderita. Kalimat resiprokal yakni, kalimat yan para pelakunya melakukan tindakan atau perubahan yang berbalas-balas.
6.    Unsur negasi
Berdasarkan ada tidaknya unsure negasi dalam kalimat, kalimat di bagi menjadi kalimat afirmatif dan kalimat negative atau penyangkalan. Unsur afirmatif yakni, kalimat yang tidak mengandung unsure negative atau penyangkalan. Unsure penyangkalan yang dimaksud adalah kata tak, tidak, dan  bukan. Kalimat negative  atau penyangkalan, yakni kalimat yang mengandung unsur negatif  atau penyangkalan, yakni kata tak, tidak dan bukan.
7.    Respon atau tanggapan
Berdasarrkan respon atau tanggapan yang diharapkan, kalimat di bagi menjadi kalimat pernyataan, kalimat salam, kalimat panggilan, kalimat seruan,dan kalimat permohonan.
8.    Langsung tidaknya pengutipan
Berdasarkan langsung tidaknya pengutipan pendapat seseorang, apakah pembicara atau penulis, kalimat dibagi menjadi kalimat langsung dan tak kalimat langsung. Kalimat langsung, yakni, kalimat yang dikutip secara langsung dari sumber pertama pengambilannya, apakah langsung dari orangnya (misalnya diwawancara) atau dari penulis lewat buku atau karangan yang ditulisnya. Kalimat tak langsung, yakni kalimat yang dikutip tidak secara langsung dar sumber pertama pengambilanya.
9.    Kedudukan kalimat
Berdasarkan kedudukan kalimat dalam parangraf, kalimat dibagi menjadi kalimat utama atau kalimat pokok dan kalimat penjelas. Kalimat pokok, yakni kalimat yang mencerminkan atau mewakili tema atau pokok pikiran dalam sebuah paragraph,. Kalimat penjelas yakni kalimat  yang berfungsi sebagai penjelas tambahan atau pelengkap atas pokok pikiran atau pikiran utama dalam sebuah paragraph (Yohanes, 1991:28).

D.    KALIMAT EFEKTIF JURNALISTIK
Menurut para pakar bahasa (Akhadiah, Arsjad, Ridwan, (1991:116),Yohanes,(1991:34)) menyebutkan cirri kalimat efektif yaitu sebagai berikut:
1.    Kesatuan atau kesepadanan
Syarat pertama agar sebuah kalimat efektif adalah kesatuan gagasan. Artinya setiap kalimat harus mempunyai gagasan pokok yang jelas atau utuh.
2.    Kepaduan atau koherensi
Kesalahan penempatan kata-kata yang tidak sesuai, di depan, di tengah atau di kepadidakuan atau koherensi dalam kalimat. Kesalahan lain, biasanya tampak pada penempatan preposisi atau kata depan, konjungsi atau kata penghubung, dan kata-kata tugas. Kalimat yang yang tidak padu, yang tidak koheren antar unsurnya, tidak termasuk kedalam kalimat yang efektif.
3.    Kesejajaran atau keparalelan
Kesejajaran adalah penggunaan bentuk gramatikal yang sejajar atau sama untuk ramatikal yang sejajar atau sama untuk unsure-unsur kalimat yang mempunyai bagian atau jabatan yang sama.
4.    Penekanan atau titik berat
Memberikan tekanan pada bagian-bagian tertentu yang di anggap penting oleh penulis atau jurnalistik atau harus mendapat perhatian khusus  oleh khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa, dalam bahasa jurnalistik disebut penekanan, titik berat, atau emphasis.
5.    Kelogisan atau kenalaran
Setiap kalimat jurnalistik yang di tulis oleh penulis, jurnalis, atau editor, haruslah logis. Logis berarti kalimat yang disusun dapat diterima logika akal sehat. Ketidaklogisan muncul dalam sebah kalimat bila kita kurang cermat atau bahkan ceroboh dalam merangkai kata , frasa dan klausa sesuai dengan bentuk dan fungsinya. Akibatnya, kalimat-kalimat jurnalistik yang kit abaca menjad terasa aneh, janggal, dan menyesaatkan.

E.    VARIASI KALIMAT JURNALISTIK
1.    Subyek pada awal kalimat
Cara paling mudah untuk menampilkan kalimat jurnalistik variatif adalah dengan menempatkan subyek pada awal kalimamt. Biasa berupa kata, bias juga beru frasa. Dengan menempatkan subyek pada awal kalimat, maka khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa, akan mudah menangkap pengertian dan  menarik kesimpulan.
2.    Predikat pada awal kalimat
Sebuah kalimat umumnya dimulai dengan subjek disusul kemudian dengan predikat, objek, pelengkap, keterangan. Cara demikian disebut pola konvesional. Artinya cara yang paling banyak ditempuh pemakai bahasa.
3.    Kata modal pada awal kalimat

4.    Frasa pada awal kalimat
Kalimat variatif bisa dimulai dengan menempatkan prasa. Prase adalah kelompok kata yang terdapat dalam sebuah kalimat.
5.    Panjang pendek kalimat
Kalimat yang variatif, menarik, dinamis, tidak membosankan, terlihat dalam susunan katanya, tidak selalu panjang apalagi sangat panjang, juga tidak selalu pendek apalagi sangat pendek. 
6.    Mengubah kalimat aktif
Bahasa jurnalistik lebih mendahulukan kalimat aktif. Tapi tentu saja, kalimat-kalimat dan paragraph jurnalistik akan terasa dingin dan membosankan jika semuanya menggunakan kalimat aktif.
7.    Menggunakan kalimat langsung
Teori bahasa jurnalistik serta merta menganggap kecil atau menganak tirikan kalimat pasif.
8.    Menggunakan kata bersinonin
Kata-kata yang sama maknanya tetapi berbeda bentuknya disebut kata-kata  sinonim.
9.    Menggunakan kata negasi
Kata negasi adalah kata yang mengandung unsur penyangkalan atau penolakan. Kata negasi disebut juga kata negative. Kebalikan dari kata negative ialah kata positif, yaitu kata yang mengandung unsure pengakuan, peneguhan, dan persetujuan.



F.    KALIMAT GOYAH JURNALISTIK
Kalimat goyah ialah kalimat yang ambigu, yaitu kalimat yang menimbulkan banyak arti dan konotasi, sehingga melahirkan keraguan di kalangan pembaca, pendengar atau pemirsa. Kalimat goyah terjadi karena dua hal:
1.    Penempatan kata
Bahasa jurnalistik ditulis dan disajikan dalam tempo relative sangat singkat. Hanya dalam hitungan jam, dan bahkan sering terjadi hanya dalam hitungan menit, karena dikejar tengat waktu (deadline) naik cetak atau jam tayang. Dalam situasi demikian, seorang jurnalis harus tetap bersifat tenang, tidak mudah panic. Sikap mudah panic atau gugup, hanya akan melahirka susunan kata yang tidak padu, tidak sejajar dan goyah.
2.    Penekanan frasa
Kalimat goyah dapat ditentukan pula dalam kalimat jurnalistik yang tidak memiliki penekanan atau emphasis mengenai siapa atau apa sebenarnya yang ingin di tonjolkan dan di anggap penting di ketahui oleh pembaca.

G.    KALIMAT HEMAT JURNALISTIK
Unsur pentung yang di perlukan dalam pembentukan kalimat efektif adalah kehematan. Kehematan dalam kalimat efektif merupakan kehematan dalam pemakaian kata, frasa atau bentuk lain yang di anggap tidak di perlukan, seperti:
1.    Pengulangan subjek kalimat
Seorang penulis atau jurnalis kadang-kadang bersikap berlebihan dalam berbahasa. Sikap berlebihan ini dalam ilmu bahasa disebut hiperkorekn artinya kalimat yang sudah benar, di koreksi dan direvisi ditambah dan di kurangi lagi sehingga akhirnya menjadi keliru dan tidak sejalan degan kaidah tata bahasa baku. Ini antara lain tampak gejala  pengulangan subjek kalimat. Subjek yang seharusnya satu dan cukup ditempatkan pada awal kalimat, malah diulang lagi pada tengah kalimat.
2.    Hiponim
Menurut pedoman umum pembentukan istilah yang di terbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 11 Agustus 1988, hiponim ialah bentuk atau istilah yang maknanya terangkum oleh bentuk super ordinatnya yang mempunyai makna yang lebih luas. Kata mawar, melati, cempaka, misalnya masing-masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi super ordinatnya.
3.    Pemakaian kata depan
Kata depan atau preposisi dalam bahasa Indonesia agak terbatas jumlahnya. Kata depan itu dapat kita golongkan sebagai berikut.
a.    Kata depan sejati yaitu: di, ke, dari.
b.    Kata depan majemuk, yaitu gabungan kata depan sejati dengan kata lain, misalnya: di dalam, di luar, di atas, di bawah, ke muka, ke belakang, dari samping, dari depan, kepada, daripada.

c.    Kata depan yang tidak tergolong pada kelompok a dan b, seperti: tentang, perihal, akan, dengan, oleh, antara, bagi, dan untuk.
4.    Pemakaian kata sambung
Kata sambutan dipakai untuk merangkaikan kalimat dengan kalimat atau merangkaikan bagian-bagian kalimat. Ada kata sambung yang mnghubungkan kalimat-kalimat yang tidak setara yaitu induk kalimat dengan anak kalimat.
5.    Pemakaian kata mubazir
Menurut wartawan senior tiga zaman H. Roshan Anwar, kata mubazir adalah kata yang bila tidak dipakai tidak akan mengganggu kelancaran berkomunikasi.
6.    Kata dan kalimat rancu
Rancu berarti kacau. Kata dan kalimat rancu, kata dan kalimat kacau: tumpang tindih, terdapat tiga jenis kerancuan:
a.    Kerancuan kalimat
Pada umumnya kalimat yang rancu dapat kita kembalikan dua kalmiat kalimat asal yang benar strukturnya. Demikian juga susunan kata dalam fase yang rancu. Gejalah kerancuan kalimat ini timbul karena dua kemungkinan:
1.    Orang kurang menguasai penggunanaan bahasa yang tepat, baik dalam menyusun kalimat dari fase maupun dalam mempergunakan beberapa imbuhan sekaligus untuk membentuk kata.
2.    Kerancuan terjadi tidak dengan sengaja karena ketika seseorang akan menuliskan atau mengucapkan sesuatu dua pengertian atau dua bentukan yang sejajar timbul sekaligus dalam pikirannya sehingga yang dilahirkan itu sebagian yang diambilnya dari yang pertama, tetapi bagian yang lain diambilnya dari yang ke dua.
b.    Kerancuan susunan kata
Seorang jurnalis dituntut untuk senantiasa bersikap kritis terhadap setiap kata, frasa, klausa, atau kalimat yang ditulis atau diucapkannya. Jika ia melakukan kesalahan itu berulang-ulang maka sesungguhnya ia telah melakukan kesalahan ratusan ribu bahkan jutaan kali. Dalam bahasa jurnalistik kerancuan susunan kata sering di temukan pada kata-kata idiomatik, seperti kata yang terdiri atas (ditulis menjadi terdiri  dari), bertemu dengan (ditulis bertemu sama), disebabkan oleh (menjadi disebabkan karena).
c.    Kerancuan bentuk kata
Dalam kalimat jurnalistik ada kalanya kita menemukan bentuk kata dengan beberapa imbuhan (afiks) sekaligus sehingga susunan dan makna katanya menjadi membingungkan.

7.    Pemakaian akronim
Menurut pedoman umum pembentukan islam (1988) istila akronim iyalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, atau gabungan kombinasi huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlukan sebagai kata.
Sebagai kata dasar akronim harus ditulis dengan huruf kecil kecuali pada awal kalimat atau berfungsi menjadi kata depan sebagai nama diri. Sebagai catatan sekaligus penegasan, tidak semua atau klausa dapat diubah menjadi akronim. Jika sebuah kata dasar baru hasil bentukan akronim dinilai janggal atau tidak sesuai dengan konotasi nilai social suatu masyarakat, daerah atau wilayah, maka akronim tersebut tidak boleh dipaksakan untuk terus dikomunikasikan dan disosialisasikan


2 komentar: